Modus Terbaru,Pembobolan rekening Bank lewat E-Banking-Penyidik Bareskrim Polri saat ini sedang mengusut pembobolan beberapa dana nasabah di tiga bank besar di Indonesia dengan modus menggunakan software internet banking. Modus kejahatan ini diklaim telah menimbulkan kerugian mencapai Rp 130 miliar.
Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Komjen Budi Waseso ketika dihubungi KONTAN membenarkan kabar ini. Ia menuturkan polisi telah berhasil mengendus dugaan pembobolan dana nasabah tiga bank yang dilakukan oleh sindikat kejahatan dunia maya. Menurutnya, pelaku menggunakan malware untuk muncuri data nasabah bank yang ditanamkan melalui jaringan internet.
"Pada Senin (13/4) kemarin kami telah berhasil membongkar sindikat pembobolan uang nasabah dengan menggunakan internet,atau sering disebut modus pembobolan rekening online. Saat ini kasus masih didalami oleh penyidik," ujar Budi, Selasa, (14/4).
Modus dari pencurian dana nasabah ini menurut Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri, Brigjen Victor Simanjuntak adalah dengan membajak akun internet banking milik nasabah bank sehingga ketika nasabah akan menyetorkan uang ke rekeningnya, aliran uang tersebut akan dibelokkan ke rekening pelaku. Ia menjelaskan pelaku utama bukanlah warga negara Indonesia karena berdasarkan penyelidikan Bareskrim ternyata aliran dana tersebut menuju ke sebuah rekening di negara Ukraina.
"Pelaku bukan warga negara Indonesia. Ia menggunakan jasa kurir yang merupakan WNI. Sehingga dana nasabah dibelokkan masuk ke rekening kurir, kemudian langsung diteruskan ke rekening pelaku," ujar Victor ketika dihubungi KONTAN.
Modus kejahatan ini bermula saat pelaku menawarkan perangkat aplikasi antivirus melalui pesan layanan di internet kepada korban pengguna e-banking. Setelah korban mengunduh software palsu tersebut, malware akan secara otomatis masuk ke komputer dan memanipulasi tampilan laman internet banking seolah-olah laman tersebut merupakan milik bank. Dengan begitu, pelaku dapat dengan mudah mengendalikan akun e-banking nasabah setelah mengetahui password korban.
"Namun, pelaku tidak menguras rekening korban, hanya membelokkan ke rekening kurir jika korban melakukan transaksi keuangan melalui e-banking," tutur Victor.
Dalam aksi kejahatannya tersebut, pelaku merekrut WNI sebagai kurir dengan kedok kerjasama bisnis sehingga kurir sendiri tidak mengetahui bahwa uang yang masuk ke rekening mereka merupakan hasil pembobolan. Victor menjelaskan pelaku menjanjikan kurir dapat mengambil 10% dari dana yang masuk dan sisanya dikirimkan ke rekening di Ukraina melalui Western Union. Perekrutan kurir ini dilakukan secara acak dengan mengaku kerjasama bisnis perdagangan seperti kayu, kain, dan mesin.
"Pelaku menjalin kerjasama dengan kurir di Indonesia. Pelaku mengatakan kalau dirinya akan berusaha di Indonesia tapi tidak memiliki rekening untuk menerima pembayaran dalam bentuk rupiah. Para kurir cuma diminta membuka rekening dan mentrasferkan uang yang masuk ke rekeningnya tersebut," jelas Victor.
Saat ini Bareskrim Polri tengah mendalami kasus ini dengan memeriksa keterangan dari enam orang kurir yang telah ditahan sebagai saksi. Penyidik, ujar Victor, telah mengantongi identitas pelaku dan akan bekerja sama dengan Interpol untuk mengungkap jaringan sindikat pencurian uang nasabah ini. Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, jumlah kurir diduga berjumlah ratusan orang yang tersebar diseluruh penjuru tanah air.
"Pelaku adalah penjahat profesional yang memahami betul IT. Semua kurir yang telah diperiksa sama sekali tidak menyadari jika mereka terlibat dalam pembobolan bank. Pelaku ada di luar negeri, kami telah mengontak interpol untuk membantu kami," tutur Victor.
Namun, Victor enggan menyebutkan nama maupun inisial dari tiga bank tersebut karena masih dalam penyelidikan oleh Polri. Ia hanya menyebutkan ketiga bank tersebut ada yang berasal dari BUMN dan swasta. Ia mengungkapkan terdapat sekitar 300 nasabah dari ketiga bank tersebut yang menjadi korban dengan total kerugian mencapai Rp 130 miliar yang berhasil dicuri pelaku.
"Nanti bank akan kita panggil untuk melengkapi laporan. Karena ada pihak bank yang telah mengembalikan uang nasabahnya ada yang belum," ujarnya.
Menurutnya, Indonesia dengan salah satu jumlah pengguna internet terbesar di dunia akan menjadi sasaran empuk dari tindak kejahatan dengan media online, terutama banyak masyarakat yang masih menggunakan software palsu sehingga rentan diretas.
Deputi Komisioner Pengawasan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Irwan Lubis, mengaku pihaknya belum menerima laporan dari pihak bank, Bareskrim Polri, maupun institusi lainnya terkait kasus pembobolan dana nasabah di tiga bank ini. Meskipun begitu, Ia menegaskan bahwa OJK telah meminta kepada bank untuk meningkatkan pengamanan teknologi informasi pada sistem internet banking.
"OJK belum menerima laporan baik dari bank maupun dari pihak atau intitusi lain. Pada 9 Maret 2015 yang lalu, OJK sudah meminta kewaspadaan bank dan meningkatkan IT security pada layanan internet banking mereka," tuturnya kepada KONTAN.
Selain meminta kepada pihak bank, Irwan juga menekankan kepada para nasabah untuk selalu berhati-hati dan waspada dalam bertransaksi dengan menggunakan internet banking terutama dengan menggunakan komputer yang rentan terserah virus. Ia memberi saran kepada para nasabah jika terdapat instruksi yang tidak lazim dan meragukan pada saat transaksi harap segera menghubungi call center bank masing-masing.
"Nasabah juga diminta untuk selalu waspada dalam bertransaksi via internet. Kalau ada istruksi yang tidak lazim segera hubungi call center bank," ujar Irwan.
Sesuai dengan Undang-undang No 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, OJK merupakan lembaga negara yang memiliki fungsi pengaturan dan pengawasan terhadap individual bank (mikroprudensial). OJK diberikan kewenangan memberikan izin, mengatur, mengenakan sanksi, dan mengawasi setiap aktivitas perbankan di Indonesia.