Penipuan dan penelantaran jemaah umrah kian sering terjadi. Modusnya dari pemasaran berantai hingga inden keberangkatan.
PULUHAN orang berwajah kusut satu per satu turun dari bus di halaman Masjid Darussalam, Kecamatan Sooko, Mojokerto, Jawa Timur. Rabu pekan lalu itu, sebagian dari mereka tak kuasa menahan tangis saat dijemput sanak familinya. “Tak hanya uang hilang, kami pun malu setengah mati,” kata Sumarno, pemimpin rombongan yang pulang kampung setelah gagal berangkat umrah ke Mekah.
Warga Kecamatan Puri, Mojokerto, itu memang korban penipuan oleh perusahaan travel yang mengaku bisa menerbangkan mereka ke Tanah Suci. Alih-alih berangkat, mereka terlunta-lunta. Tak jadi pergi dan akhirnya, ya tadi itu, kembali ke kampung. Ketika antrean calon anggota jemaah haji semakin panjang, umrah kini menjadi pilihan banyak orang.
Maklum, untuk bisa berkunjung ke Mekah, orang Indonesia yang baru mendaftar harus antre di belakang 2,3 juta calon anggota jemaah haji, yang masa tunggunya bisa sampai 15 tahun. Walhasil, tiga tahun terakhir ini, jumlah peminat umrah pun melonjak tajam. Menurut catatan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, sebelumnya jemaah umrah Indonesia rata-rata hanya 150-200 ribu orang per tahun. Tapi tahun lalu mencapai 700 ribu. Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Anggito Abimanyu memperkirakan tahun ini jumlahnya mencapai satu juta.
Di tengah minat umrah yang terus meningkat ini, rupanya banyak pula yang mencari untung dengan cara culas. Penipuan dan penelantaran jemaah umrah pun terus terjadi. Ada yang gagal berangkat, ada yang berangkat lalu “dibuang” di tengah jalan, di Batam, Singapura, atau Kuala Lumpur. Ada pula anggota jemaah yang sampai ke Arab Saudi, tapi tak dibelikan tiket pulang.
***
Sumarno, pensiunan TNI Angkatan Laut, sudah lama bermimpi pergi umrah bersama istrinya, Siswati. Dia pun menyisihkan uang pensiunnya untuk menunaikan ibadah “haji kecil” itu. Tawaran umrah bersama datang awal tahun lalu, ketika Sumarno ikut majelis taklim asuhan Masrikhan Asy’ari di Pesantren Robithotul Ulum, Jatirejo.
Pak Kiai menyarankan Sumarno mendaftar ke CV Harta Mulia Sejahtera (HMS), biro umrah asal Jombang. Alasannya, antara lain, ongkos umrah di biro ini hanya Rp 17,5 juta, lebih murah daripada di biro lain, yang rata-rata Rp 20 juta. Sumarno tak curiga karena HMS pernah memberangkatkan 19 murid Masrikhan ke Mekah. Sumarno pun dua kali mengangsur uang umrah. Uang itu diserahkan kepada perwakilan HMS yang datang ke pesantren Masrikhan. Sumarno dan kawan-kawan dijanjikan berangkat pada 22 Januari lalu.
Sepekan sebelum jadwal terbang, Sumarno menggelar selamatan dengan mengundang kerabat dan tetangga. Belakangan, dia diberi tahu bahwa jadwal keberangkatan ditunda hingga 28 Februari. Pada tanggal itu, bersama 101 anggota jemaah Masrikhan lainnya, dia berangkat dengan tiga bus dari Mojokerto menuju Bandar Udara Juanda, Surabaya, lantas terbang ke Jakarta. Di Jakarta, Sumarno dan kawan-kawan diinapkan di sebuah hotel di kawasan Cempaka Putih.
Belakangan, jemaah baru tahu biaya menginap dan makan selama di Jakarta tak ditanggung CV HMS alias mesti bayar sendiri. Sebagian jemaah memilih pindah menginap di masjid atau rumah kerabat. Tiga hari berlalu, CV HMS tak kunjung memberi mereka tiket, visa, dan dokumen umrah lainnya. Ketika didesak jemaah, Direktur CV HMS Hartono menyebutkan yang mengurus dokumen keberangkatan adalah PT Religi, sebuah agen perjalanan di Jakarta. Di tengah kekecewaan, pada hari kelima, jemaah Masrikhan menemui Mufid, Komisaris PT Religi. Mufid berjanji memberangkatkan mereka pada 22 Maret.
Karena kehabisan bekal, jemaah Masrikhan memilih pulang dulu ke Mojokerto. Kuasa hukum Masrikhan, Darmawan, mengatakan kliennya dikelabui CV HMS. “Mereka memanfaatkan kiai yang jemaahnya tersebar di mana-mana,” ujar Darmawan. Darmawan menuduh CV HMS dan PT Religi menyelewengkan dana jemaah. HMS, kata dia, baru menyetorkan Rp 500 juta kepada PT Religi. Sisanya, sebesar Rp 1,36 miliar, dipakai untuk investasi di bidang usaha lain. Agar jemaahnya bisa berangkat, Darmawan menyatakan Masrikhan telah menalangi setoran ke PT Religi dengan uang sendiri.
Tapi jemaah Masrikhan tetap tak bisa berangkat. Soalnya, kata Darmawan, uang itu dipakai PT Religi mengurus jemaahnya yang telantar di Singapura dan Malaysia. Kasus itu kini ditangani polisi. Rabu pekan lalu, Kepolisian Resor Mojokerto memanggil jemaah dan perwakilan CV HMS. Belum ada titik penyelesaian karena wakil HMS tak datang.
Dari penelusuran Tempo, CV HMS dan PT Religi tak terdaftar sebagai biro perjalanan yang punya izin menyelenggarakan umrah. Tak ada daftar mereka di Kementerian Agama. Pekan lalu, Tempo berupaya meminta tanggapan Hartono. Tapi pemilik CV HMS itu tak mengangkat telepon dan tak membalas pesan pendek yang dikirim Tempo.
PULUHAN orang berwajah kusut satu per satu turun dari bus di halaman Masjid Darussalam, Kecamatan Sooko, Mojokerto, Jawa Timur. Rabu pekan lalu itu, sebagian dari mereka tak kuasa menahan tangis saat dijemput sanak familinya. “Tak hanya uang hilang, kami pun malu setengah mati,” kata Sumarno, pemimpin rombongan yang pulang kampung setelah gagal berangkat umrah ke Mekah.
Warga Kecamatan Puri, Mojokerto, itu memang korban penipuan oleh perusahaan travel yang mengaku bisa menerbangkan mereka ke Tanah Suci. Alih-alih berangkat, mereka terlunta-lunta. Tak jadi pergi dan akhirnya, ya tadi itu, kembali ke kampung. Ketika antrean calon anggota jemaah haji semakin panjang, umrah kini menjadi pilihan banyak orang.
Maklum, untuk bisa berkunjung ke Mekah, orang Indonesia yang baru mendaftar harus antre di belakang 2,3 juta calon anggota jemaah haji, yang masa tunggunya bisa sampai 15 tahun. Walhasil, tiga tahun terakhir ini, jumlah peminat umrah pun melonjak tajam. Menurut catatan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, sebelumnya jemaah umrah Indonesia rata-rata hanya 150-200 ribu orang per tahun. Tapi tahun lalu mencapai 700 ribu. Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Anggito Abimanyu memperkirakan tahun ini jumlahnya mencapai satu juta.
Di tengah minat umrah yang terus meningkat ini, rupanya banyak pula yang mencari untung dengan cara culas. Penipuan dan penelantaran jemaah umrah pun terus terjadi. Ada yang gagal berangkat, ada yang berangkat lalu “dibuang” di tengah jalan, di Batam, Singapura, atau Kuala Lumpur. Ada pula anggota jemaah yang sampai ke Arab Saudi, tapi tak dibelikan tiket pulang.
***
Sumarno, pensiunan TNI Angkatan Laut, sudah lama bermimpi pergi umrah bersama istrinya, Siswati. Dia pun menyisihkan uang pensiunnya untuk menunaikan ibadah “haji kecil” itu. Tawaran umrah bersama datang awal tahun lalu, ketika Sumarno ikut majelis taklim asuhan Masrikhan Asy’ari di Pesantren Robithotul Ulum, Jatirejo.
Pak Kiai menyarankan Sumarno mendaftar ke CV Harta Mulia Sejahtera (HMS), biro umrah asal Jombang. Alasannya, antara lain, ongkos umrah di biro ini hanya Rp 17,5 juta, lebih murah daripada di biro lain, yang rata-rata Rp 20 juta. Sumarno tak curiga karena HMS pernah memberangkatkan 19 murid Masrikhan ke Mekah. Sumarno pun dua kali mengangsur uang umrah. Uang itu diserahkan kepada perwakilan HMS yang datang ke pesantren Masrikhan. Sumarno dan kawan-kawan dijanjikan berangkat pada 22 Januari lalu.
Sepekan sebelum jadwal terbang, Sumarno menggelar selamatan dengan mengundang kerabat dan tetangga. Belakangan, dia diberi tahu bahwa jadwal keberangkatan ditunda hingga 28 Februari. Pada tanggal itu, bersama 101 anggota jemaah Masrikhan lainnya, dia berangkat dengan tiga bus dari Mojokerto menuju Bandar Udara Juanda, Surabaya, lantas terbang ke Jakarta. Di Jakarta, Sumarno dan kawan-kawan diinapkan di sebuah hotel di kawasan Cempaka Putih.
Belakangan, jemaah baru tahu biaya menginap dan makan selama di Jakarta tak ditanggung CV HMS alias mesti bayar sendiri. Sebagian jemaah memilih pindah menginap di masjid atau rumah kerabat. Tiga hari berlalu, CV HMS tak kunjung memberi mereka tiket, visa, dan dokumen umrah lainnya. Ketika didesak jemaah, Direktur CV HMS Hartono menyebutkan yang mengurus dokumen keberangkatan adalah PT Religi, sebuah agen perjalanan di Jakarta. Di tengah kekecewaan, pada hari kelima, jemaah Masrikhan menemui Mufid, Komisaris PT Religi. Mufid berjanji memberangkatkan mereka pada 22 Maret.
Karena kehabisan bekal, jemaah Masrikhan memilih pulang dulu ke Mojokerto. Kuasa hukum Masrikhan, Darmawan, mengatakan kliennya dikelabui CV HMS. “Mereka memanfaatkan kiai yang jemaahnya tersebar di mana-mana,” ujar Darmawan. Darmawan menuduh CV HMS dan PT Religi menyelewengkan dana jemaah. HMS, kata dia, baru menyetorkan Rp 500 juta kepada PT Religi. Sisanya, sebesar Rp 1,36 miliar, dipakai untuk investasi di bidang usaha lain. Agar jemaahnya bisa berangkat, Darmawan menyatakan Masrikhan telah menalangi setoran ke PT Religi dengan uang sendiri.
Tapi jemaah Masrikhan tetap tak bisa berangkat. Soalnya, kata Darmawan, uang itu dipakai PT Religi mengurus jemaahnya yang telantar di Singapura dan Malaysia. Kasus itu kini ditangani polisi. Rabu pekan lalu, Kepolisian Resor Mojokerto memanggil jemaah dan perwakilan CV HMS. Belum ada titik penyelesaian karena wakil HMS tak datang.
Dari penelusuran Tempo, CV HMS dan PT Religi tak terdaftar sebagai biro perjalanan yang punya izin menyelenggarakan umrah. Tak ada daftar mereka di Kementerian Agama. Pekan lalu, Tempo berupaya meminta tanggapan Hartono. Tapi pemilik CV HMS itu tak mengangkat telepon dan tak membalas pesan pendek yang dikirim Tempo.