Quantcast
Channel: Cyber Crime Stories | Modus Penipuan Online Store - Recent questions and answers
Viewing all articles
Browse latest Browse all 5411

Cara Melaporkan rentenir ke polisi

$
0
0

Melaporkan rentenir ke polisi bisa enggak ya? Pikiran ini biasanya keluar dari mereka yang terperangkap dalam jeratan rentenir. Meski berusaha menyaur utang, tapi karena bunga yang tinggi, seolah-olah utang itu tak pernah lunas.
 
Apa sih itu rentenir? Sejatinya istilah rentenir berasal dari bahasa Belanda, yakni rente yang artinya meminjamkan. Mereka yang suka meminjamkan ini disebut rentenir. Bagi sebagian orang, rentenir sudah menjadi profesi dengan cara membungakan uang atau tukang riba.
 
Nah, mereka yang berhubungan dengan rentenir dipastikan bakal susah di kemudian hari. Betul, mereka menolong di saat lagi kepepet butuh duit, tapi di hari esok malah menjerat. Ada yang bertugas sebagai marketing (mencari orang yang lagi kesulitan uang) sampai debt collector (tukang tagih).
 
Para rentenir ini juga sudah melek hukum. Artinya, mereka bisa menjerat para korbannya dengan pasal-pasal yang berlaku.
 
Lihat saja kuitansi yang mereka berikan kepada para peminjam. Kebanyakan rentenir tak menyebutkan nominal di kuitansi itu peruntukannya sebagai pinjaman, tapi titipan.
 
Para rentenir lebih suka pakai istilah uang titipan daripada pinjaman. Kenapa? Karena dengan istilah itu, duit milik rentenir seolah-olah ‘dititipkan’ kepada peminjam.
 
Lantaran statusnya sebagai ‘duit titipan’, maka bila si peminjam gagal membayar bisa diperkarakan secara hukum sebagai penggelapan.
 
Sedangkan besaran bunga yang dikutip rentenir hanya disebut secara lisan saja alias tidak tertulis dalam kuitansi atau surat perjanjian antara rentenir dengan peminjam.
 
Sudah banyak kasus rentenir yang mengancam korbannya yang gagal bayar ke polisi dengan tuduhan penggelapan. Bahkan dari sekian kasus ini sudah ada yang disidangkan ke meja hijau.
 
Kalau begitu, bagaimana sebaliknya apakah rentenir bisa dibalik dilaporkan para korbannya?

Mungkin bahasnya enak pakai contoh kasus saja. Sebut saja Bang Toyib yang kejebak utang rentenir:
 
Meminjam duit sebesar: Rp 5 juta
Dikenai bunga: 1% per hari
Tempo pinjaman: 20 hari
 
Artinya, dalam kurun waktu 20 hari, Bang Toyib harus sudah melunasi:
 
Pokok utang + (pokok utang x 1%) x 20 hari = Rp 6 juta.
 
Sayang, Bang Toyib gagal memenuhi janji bayar Rp 6 juta di waktu yang telah ditentukan. Dia dikenai denda tunggakan yang besarannya Rp 200 ribu/bulan.
 
Aturan denda ini tak berdasarkan berapa hari dia menunggak. Meski menunggak 10 hari, Bang Toyib tetap harus bayar denda Rp 200 ribu. Itu belum ditambah lagi bunga 1% yang terus berjalan karena belum juga melunasi utang.
 
Sebelum jatuh tempo, Bang Toyib sering didatangi anak buah rentenir yang bertindak sebagai debt collector. Praktis dia makin nervous lantaran terus-terusan ditagih atas utangnya yang belum lunas.
 

Dapatkah melaporkan praktik rentenir ke polisi?

Lalu apakah Bang Toyib bisa meminta perlindungan polisi atas kejadian yang menimpanya? Apakah praktik rentenir itu bisa dipidanakan atau diperdatakan?
 
Bila berkaca pada aturan hukum, dalam hal ini KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Perdata), tak ada satu pasal pun yang menyebutkan praktik rentenir itu melawan hukum. Bahkan disebutkan praktik pinjam-meminjam uang yang disertai bunga pun juga dibenarkan secara hukum.
 
Aturan itu terdapat dalam pasal 1765 KUH Perdata yang menyebutkan “bahwa adalah diperbolehkan memperjanjikan bunga atas pinjaman uang atau barang lain yang habis karena pemakaian”.
 
Artinya, sistem hukum positif di Indonesia menyebutkan perjanjian pinjam-meminjam uang yang disertai bunga itu tak melawan hukum. Alasannya, perjanjian itu muncul berdasarkan kesepakatan dua belah pihak yang secara sadar mengikatkan diri dalam urusan pinjam-meminjam.
 
Di lain pihak, praktik rentenir ini juga tak melawan hukum yang tertera dalam KUH Pidana yang mengatur tindak pidana perbankan. Mereka yang meminjamkan uang dengan bunga tinggi tidak dapat diperkarakan baik secara perdata maupun pidana. Terlebih, para rentenir ini biasanya bertindak atas nama pribadi bukan kelembagaan.
 

Kasus akan menjadi beda jika rentenir sudah melakukan aksi-aksi kekerasan terhadap peminjam. Misalnya saja melakukan teror sampai ancaman kepada pihak peminjam. Dari segi hukum, aksi-aksi kekerasan itu bisa dilaporkan ke polisi karena merugikan dan mengganggu kenyamanan.
 
Pelaku kekerasan bisa dijerat hukum dengan pasal 335 ayat 1 KUHP tentang perbuatan tak menyenangkan. Dalam pasal itu disebutkan ancaman pelaku kekerasan bisa dibui paling lama setahun atau denda Rp 4.500.
 
Lalu bagaimana jika si rentenir balik mengancam? Sebenarnya tak perlu risau. Gunakan saja kelemahan istilah ‘uang titipan’ yang biasanya rentenir sebut dalam kuitansi.
 
Kenapa? Pastinya beda dong definisi ‘uang titipan’ dan ‘pinjaman’.
 
Kalau di kuitansi menggunakan istilah uang titip maka secara otomatis tak bisa menuntut bunga dari peminjam. Kan disebutnya uang titip. Beda kasus kalau dalam kuitansi itu disebut sebagai pinjaman yang bisa dikenai bunga.
 
Kelemahan kedua adalah, pengenaan bunga biasanya dilakukan secara lisan alias tak tertulis. Lantaran lisan maka dasar hukumnya tak kuat.
 
Bagaimana lepas dari jeratan rentenir? Cara gampangnya adalah menjauhi diri meminjam dana dari mereka. [Baca: Hindari Kejebak Lintah Darat]
 
Sayangnya, meski saat ini banyak pilihan mencari pinjaman yang ‘legal’ dalam hal ini perbankan, pegadaian, maupun lembaga keuangan lain, toh tetap saja tak mengubah kebiasaan masyarakat memilih rentenir.
 
Kebanyakan beralasan mengajukan pinjaman ke perbankan merepotkan dan khawatir dikenai bunga yang tinggi. Padahal sebenarnya bunga pinjaman melalui perbankan lebih ringan di banding seorang rentenir.
 
Jadi jangan heran kalau rentenir masih eksis. Hal ini tak lepas dari hukum ekonomi di mana di situ ada permintaan (masyarakat butuh duit), maka di situ pula rentenir tetap ada. 


Viewing all articles
Browse latest Browse all 5411

Trending Articles