Penipuan berkedok ajaran agama dengan modus pencucian otak semakin lama semakin terkuak.
Sejumlah mahasiswa dari 2 universitas di kota Malang dilaporkan menjadi korban, 9 orang dari Universitas Muhammadiyah Malang dan 2 orang dari Universitas Brawijaya, bahkan 2 orang diantaranya hingga kini belum diketahui keberadaannya.
Adapun cara perekrutan dilakukan melalui pertemanan di sekolah/kampus, pertemuan di toko buku, diajak makan-makan ke kantin, pura pura minta diantar ke rumah teman, tidak jarang disertai pertemuan pura pura “tidak sengaja” dengan beberapa anggota penipu lainnya.
Pada pertemuan awal, biasanya tidak langsung diskusi masalah agama, melainkan topik apa saja yang disukai oleh korban, tujuannya agar korban membuka dirinya, baru setelah itu korban secara sistematis digiring masuk ke dalam jebakan si penipu.
Walau sepertinya si penipu bermaksud baik, namun cara cara rekruitmen yang mengira boleh berbohong pada orang tua, boleh mencuri uang orang tua, boleh mengkafirkan orang tua, boleh berkhianat pada negara, boleh tidak sholat/puasa dengan alasan darurat atau dalil dalil agama, justru menyadarkan kepada kita semua bahwa hal tersebut adalah penipuan.
Begitu pula jika kita mengira sudah terlanjur bergabung dengan para penipu, cara paling mudah untuk memaafkan kekeliruan yang pernah kita lakukan adalah dengan berpura pura patuh untuk kemudian meninggalkan para penipu pada kesempatan pertama.
Apakah kita rela, jika kepercayaan kita, disalah gunakan oleh para penipu untuk memperkaya dirinya sendiri, mengatas-namakan agama bahkan dengan cara cara yang dapat membahayakan diri sendiri dan melukai hati orang yang kita sayangi ?
Bukankah Allah Swt. sendiri sudah Maha Kaya sehingga tidak perlu infak kita, apalagi dengan cara cara penipuan ?